Cerita Sex Selingkuh Dengan Polisi
Cerita Sex Hot Dewasa - Aku tinggal di kompleks perumahan elit di kota Y. Suamiku termasuk
orang yang selalu sibuk. Sebagai PNS di kota Y tugasnya boleh dibilang
tidak kenal waktu. Usiaku sudah 35 tahun selisih tiga tahun lebih tua
suamiku. Tinggi 158 cm dan berat 50 kg, orang-orang bilang tubuhku
bagus, tapi menuruntuku biasa–biasa saja.
Aku punya dua putra,
anak pertama kelas tiga SMP dan anak kedua kelas satu SMP. Sebut saja
namaku Rina. Aku melakukan kesalahan yang sangat
fatal dalam hidup ini karena aku telah berselingkuh dengan seseorang
yang aku belum begitu mengenalnya.
Singkat cerita, kejadian ini
pada tanggal enam Maret 2014, dimana waktu itu aku berkunjung kekantor
suamiku setelah aku pulang dari mengajar, oh ya, aku adalah seorang guru
di salah satu SMP Negeri dan Swasta di kota Y.
Dari sekolahan aku
langsung melucur kekantor di kota Y, tapi diperempatan sebelah timur
tugu aku telah melanggar lampu merah dan akhirnya aku dikejar oleh salah
seorang polisi yang sedang bertugas, sang Polisi berhenti memotong laju
kendaraanku aku pun bergegas menginjak rem.
“Selamat Siang Bu..!”
“Siang pak”, begitu sahutku.
“Maaf Bu, Anda telah melanggar lampu merah, Tolong tunjukan SIM dan STNK Anda.”
“Siang pak”, begitu sahutku.
“Maaf Bu, Anda telah melanggar lampu merah, Tolong tunjukan SIM dan STNK Anda.”
Aku pun mengeluarkan dompet dan menyerahkan SIM beserta STNK.
“Maaf Bu, Anda Ikut saya kepos Polisi.”
Aku pun menurutinya karena aku juga merasa bersalah.
Polisi muda tersebut masih berusia sekitar 28 Tahun berinisial “R”.
Kami pun sama–sama menuju pos polisi.
Polisi muda tersebut masih berusia sekitar 28 Tahun berinisial “R”.
Kami pun sama–sama menuju pos polisi.
Setelah
sampai dipos polisi saya diberi alternatif untuk mengembalikan SIM
saya. Yang pertama aku harus sidang pada tanggal 11 Maret dan aku harus
membayar denda sebesar Rp. 20.000,00. Tanpa ambil pusing akupun langsung
membayar denda karena aku juga tergesa–gesa menuju kantor suamiku,
karena suamiku telah menungguku untuk pulang bareng, kebetulan suamiku
tidak bawa mobil karena dipakai salah satu temannya. Ku akui kalau
polisi tersebut tampan, badan tinggi dan tegap. Setelah proses
pembayaran denda selesai, sang polisi bertanya.
“Maaf Bu, kenapa Ibu kelihatannya Tergesa-gesa?”
“Iya ini pak, saya sudah ditunggu suamiku dikantornya.”
“Kalau boleh tahu kantornya dimana Bu?”
“Kantor *** Pak”, aku jawab pertanyaannya.
“Oya, Suami Ibu siapa namanya, kalau boleh tau”?
“Iya ini pak, saya sudah ditunggu suamiku dikantornya.”
“Kalau boleh tahu kantornya dimana Bu?”
“Kantor *** Pak”, aku jawab pertanyaannya.
“Oya, Suami Ibu siapa namanya, kalau boleh tau”?
“Pak Garuh ”
“Ha… Pak Garuh”, Polisi merasa terkejut.
“Ha… Pak Garuh”, Polisi merasa terkejut.
“Iya memang kenapa”, tanyaku kepada polisi muda.
“saya kenal baik bu dengan dia.”
“Oh ya… Bapak kenal dimana?”, Kembali tanyaku.
“saya sering kekantor sana Bu, jadi ya kenal dengan pak Garuh.”
“Oh… Iya sich polisi sama kantor sana masih saudara ya”, begitu gurauku dengan polisi muda.
“Ah… Ibu bisa saja. Pak Garuh beruntung ya punya istri secantik ibu.”
“Terima kasih pak atas pujiannya, tapi saya boleh pergi pak. Kasihan suamiku sudah menunggu”, begitu sahuntuku sama polis muda.
“Ah… Ibu bisa saja. Pak Garuh beruntung ya punya istri secantik ibu.”
“Terima kasih pak atas pujiannya, tapi saya boleh pergi pak. Kasihan suamiku sudah menunggu”, begitu sahuntuku sama polis muda.
“Oh… Silahkan bu, kalau ibu butuh sesuatu yang berhubungan dengan polisi silahkan hubungi saya bu”, sambil kasih secarik kertas berisikan nomor hp dia. Akupun menerimanya dan langsung pergi kekantor suamiku. Setiba dikantor suamiku, suamiku sudah menunggu diruang tamu, sedang bincang–bincang dengan rekan kerjanya.
“Kok mama lama banget sich, kemana aja?”, tanya suamiku kepadaku.
“Maaf pa, tadi saya ketilang”, jawabku singkat.
“Kok mama tidak bilang, kan nanti bisa tidak bayar denda”, jawab suamiku.
“Gak masalah pa, lagi pula mama yang salah.”
“Maaf pa, tadi saya ketilang”, jawabku singkat.
“Kok mama tidak bilang, kan nanti bisa tidak bayar denda”, jawab suamiku.
“Gak masalah pa, lagi pula mama yang salah.”
“Emang siapa yang tilang kamu ma?”, tanya suamiku.
“Dia namanya Rido”, begitu jawabku sama suamiku.
“Ha… Rido, mama tidak bilang kalau mama istriku?”
“Bilang sich pa, tapi pas sudah membayar denda, udahlah pa tidak usah dibahas lagi”, begitu aku meyakinkan suamiku biar tidak berkepanjangan. “ya sudah ayo pulang”, ajak suamiku.
“Dia namanya Rido”, begitu jawabku sama suamiku.
“Ha… Rido, mama tidak bilang kalau mama istriku?”
“Bilang sich pa, tapi pas sudah membayar denda, udahlah pa tidak usah dibahas lagi”, begitu aku meyakinkan suamiku biar tidak berkepanjangan. “ya sudah ayo pulang”, ajak suamiku.
Setelah
suamiku pamit kepada rekan–rekannya, langsung aku dan suamiku
berboncengan menuju rumah. Keesokan harinya hari kamis tanggal tujuh
Maret 2014, kebetulan aku tidak mengajar, karena hari kamis tidak ada
jam pelajaran yang saya ajarkan. Akhirnya aku dirumah sendiri karena
anak–anak sekolah dan suami kekantor yang ad Cuma pembantu.
Sekitar pukul 10 siang telepon rumah berdering. Aku pun lansung angkat teleponnya.
“Halo… Selamat pagi”, jawabku.
“Halo ma ini papa, tadi polisi yang menilang kamu kemarin datang kekantor minta maaf sama papa, dan mau ngembaliin uang denda kemarin”, kata suamiku ditelepon.
“Trus gimana pa?, ya udahlah pa tidak usah diusut lagi.”
“Aku tidak ngapain–ngapain kok, tadi dia sendiri yang datang kekantor dan minta maaf”, begitu jawab suamiku.
“Halo ma ini papa, tadi polisi yang menilang kamu kemarin datang kekantor minta maaf sama papa, dan mau ngembaliin uang denda kemarin”, kata suamiku ditelepon.
“Trus gimana pa?, ya udahlah pa tidak usah diusut lagi.”
“Aku tidak ngapain–ngapain kok, tadi dia sendiri yang datang kekantor dan minta maaf”, begitu jawab suamiku.
“Ya udahlah, terima aja uang dendanya, selesai kan?”, akupun menjawab “Sekarang dia menuju rumah kita, karena aku bilang minta maaf aja langsung ma istriku”, jawab suamiku. “Ihh, ngapain pa?, kayak kurang kerjaan aja?”, aku membalas perkataannya. “Ya udah tidak masalah, ntar dia cuma minta maaf kok. Dah ya ma, papa lagi kerja nich”, begitu kata suamiku.
“Ya udah pa, da…”, aku pun tutup teleponnya. Selang tiga puluh menit ada kendaraan sepeda motor Honda Tiger datang, aku sedang menonton TV diruang keluarga. “Permisi… Permisi…”, panggil seseorang dibalik pintu depan. “Bi… Tolong buka pintu, ada tamu”, aku menyuruh pembantuku. “Iya bu”, jawab pembantuku.
“Maaf mbak bu Rina ada?”, tanya seorang tamu tadi.
“Ada pak, tapi bapak siapa ya?”, Tanya kembali pembantuku.
“Oh ya, bilang saja saya Rido. Ibu dah tahu kok”, jawabnya.
Aku
yang didalam ruang keluarga mendengar percakapannya, aku terkejut
setelah yang datang adalah Rido sang polisi muda yang tampan, tegap dan
tinggi.
“Silahkan masuk pak”, pembantuku bersikap sopan terhadapnya.
Gak lama kemudian pembantuku datang.
“Bu ada yang cari ibu?”, kata pembantuku.
“Siapa bi?”, tanyaku pura–pura tidak tau.
“Rido bu, katanya ibu sudah tau”, jawab pembantuku yang polos.
“Ya udah sana masak lagi”, begitu perintahku sama pembantuku.
“Siapa bi?”, tanyaku pura–pura tidak tau.
“Rido bu, katanya ibu sudah tau”, jawab pembantuku yang polos.
“Ya udah sana masak lagi”, begitu perintahku sama pembantuku.
Akupun berdiri menuju ruang tamu.
“Eh.. Pak Rido, ada apa ya pak? Apa masih perlu syarat lagi untuk ditilang?”, kataku sedikit menyindir. “Gak bu, jadi tidak enak nich. Saya hanya minta maaf bu”, jawab Randi. “Ngapain minta maaf, kan saya yang salah dan kamu sudah sesuai prosedur untuk menilang saya”, aku pun menjawab.
“Iya sich bu, tapi saya tidak enak saja”, Kembali dia berkata dengan nada menyesal.
“Ya sudah tidak usah dipikirkan lagi”, sahutku.
“Iya bu terimakasih”, jawabnya.
“Kok bapak tidak bertugas”, tanyaku.
“Saya mohon jangan panggil pak dong, panggil nama saja”, jawabnya.
“Oya maaf. Rido kok tidak tugas?”, tanyaku kembali.
“Saya nanti malam piket bu.”, jawabnya dengan polos.
“Oh… Jadi kesini intinya hanya minta maaf ya?”, tanyaku kepada Rido.
“Saya mohon jangan panggil pak dong, panggil nama saja”, jawabnya.
“Oya maaf. Rido kok tidak tugas?”, tanyaku kembali.
“Saya nanti malam piket bu.”, jawabnya dengan polos.
“Oh… Jadi kesini intinya hanya minta maaf ya?”, tanyaku kepada Rido.
“Iya bu, maaf bu kok sepi emang rumah sebesar ini dihuni siapa saja bu?”, tanya Rido.
“Oh… Anak–anak lagi sekolah, bapak dikantor, jadi dirumah cuma aku dan pembantuku, tapi kalau aku kerja ya cuma pembantuku”, jawabku jelas.
“Rumah sebesar ini cuman dihuni empat orang plus pembantu bu?”, tanyanya kembali.
“Iya mang napa?”, tanyaku kembali.
“Oh… Anak–anak lagi sekolah, bapak dikantor, jadi dirumah cuma aku dan pembantuku, tapi kalau aku kerja ya cuma pembantuku”, jawabku jelas.
“Rumah sebesar ini cuman dihuni empat orang plus pembantu bu?”, tanyanya kembali.
“Iya mang napa?”, tanyaku kembali.
Ku
akui rumah kami memang besar bertingkat, kamar tidur ada 6, diatas dua
dibawah tiga dan satu kamar pembantu. Untuk kamar atas khusus kamar aku
dan suamiku dan satu kamar atas untuk kamar tamu. Anak–anakku punya
kamar sendiri–sendiri dibawah.
“Gak apa – apa Cuma tanya aja bu”, begitu jawab Rido. Pukul
sudah menunjukan pukul 11.00 WIB kami asik ngobrol. Diwaktu ngobrol
asik pembantuku membawa minuman teh buat Randi dan aku.
“Silahkan diminum Rido”, perintahku sama Randi.
“Iya bu, terimakasih”, jawabnya.
Kami pun menikmati teh yang dibuat oleh pembantuku. Dan tiba–tiba…
“Ibu cantik sekali”, kata Rido.
“Maaf.. Apa Rido?”, aku pura–pura tidak dengar dan sedikit kaget.
“Iya ibu cantik sekali, pak Guruh beruntung punya istri kayak ibu yang cantik dan pinter”, katanya kembali memujiku.
“Maaf.. Apa Rido?”, aku pura–pura tidak dengar dan sedikit kaget.
“Iya ibu cantik sekali, pak Guruh beruntung punya istri kayak ibu yang cantik dan pinter”, katanya kembali memujiku.
“Terimakasih
atas pujiannya, tapi aku sudah berusia 35 tahun jadi dibandingkan
dengan perempuan yang seusia kamu pasti lebih cantik, apa lagi aku
bersuami dan punya anak lagi”, jawabku sambil menyakinkan kalau aku
bersuami. “Tapi ibu tetep cantik kok, walaupun punya anak”, dia kembali memujiku. “Terimakasih ya, tapi Rido jangan memuji terus, karena tidak enak aja kedengaranya”, jawabku halus.
“Apakah saya salah bu, jika kagum terhadap ibu”, dia mulai merayu lagi. “Gak salah kok, Cuma tidak enak aja. Apa lagi aku dah bersuami dan anak–anakku dah beranjak dewasa”, jawabku kepada Rido. Dia berdiri dan duduk disamping kananku. Aku mulai merasa takut, aneh pokoknya sudah tak karuan perasaanku. Aku sedikit menggeser kekiri, dia mengikuti geser pula, akhirnya aku berdiri karena aku merasa terlecehkan.
“Maaf Rido, jangan begitu tidak enak sama pembantuku, apalagi aku dah bersuami”, aku berkata tegas. Tapi dia ikut berdiri dan kedua tangannya memegang pundakku dan ditekan kebawah agar aku kembali–kembali duduk disofa. “Maaf
bu, tapi saya benar–benar kagum terhadap ibu, ibu cantik bahkan
kecantikan ibu mengalahkan semua wanita yang masih berumur belasan
tahun.
Benar bu ini semua kejujuranku terhadap ibu, aku bisa saja
mendapatkan wanita lain tapi menurutuku mereka tidak menarik bagiku tapi
ibu yang menarik hatiku”, katanya lugu, apakah dia jujur apa tidak tapi
yang jelas sudah lama suamiku tidak memujiku bahkan hampir tidak pernah
memujiku.
“Maaf Rido aku dah tua, sudah punya anak dan suami, aku
sudah berkeluarga dan aku merasa sangat berbahagia dengan keluargaku
saat ini. Jadi kumohon jangan lakukan lagi”, pintaku terhadap Rido
walaupun tak pungkiri aku merasa senang dipuji.
Rido mulai mengeluskan tangannya dirambuntuku lurus yang panjang sambil berkata: “Ibu,
aku tidak bermaksud merusak kebahagiaan ibu, tapi aku hanya mengatakan
kalau aku suka sama ibu walau umurku lebih muda tujuh tahun dibawah ibu.
Tapi menurutku ibu tetap cantik dan menarik.”
Dia mulai berani mendekap aku. Jantungku berdebar tak karuan, aku berontak tapi dia tetap tidak melepaskan pelukannya. “cukup Rido, kamu jangan kurang ajar gini dong”, gerutuku masih dalam peluknya. “Coba nikmati bu, jangan berpikiran ibu berselingkuh dari suami ibu,
tapi berpikirlah bagaimana agar ini terasa indah”, begitu katanya
menyakinkanku.
Dilepas pelukannya dan dia memandangi wajahku. Dan
kuakui dia anak yang tampan. Dan tanpa sadar dia telah mencium pipiku,
dia melihatku dengan mata sayu lalu tiba-tiba dia mulai mencium pipiku
kembali. Ku akui aku menikmati ciuman mesranya dipipiku.
Dia
kembali memelukku, tapi ini apa yang kurasakan dia menjilati kupingku,
terus menjilati leherku kembali lagi kekuping terus menerus, aku hanya
diam terpaku, akhirnya aku mendesis lirih. Dan seperti kehilangan
kontrol akupun membalas menjilati kuping. Rido membalas tidak kalah
jilatannya. Napasku terengah engah tanda napsuku mulai naik. Ternyata
dia tahu aku telah terangsang dengan tingkahnya.
Tiba-tiba tangan
kirinya dia taruh ke pahaku. Tetapi saat aku tidak menunjukkan reaksi,
tangan Rido mulai mengelusi pahaku kemudian menaikkan elusannya ke
peruntuku kemudian ke dadaku. Aku tepis kuat-kuat. Aku bisikkan agar
jangan tidak sopan padaku.
Dia tunjukkan celana dalamnya yang
telah terdorong mencuat karena tongkolnya yang ngaceng berat sambil
telunjuknya menunjuk bibirnya agar aku diam. Kemudian dia perosotkan
celananya hingga tongkolnya yang cukup gede dan ujung kepalanya yang
merah berkilatan itu nampak tegak kaku mencuat dari rimbunan bulunya
yang masih halus tipis.
Aku kaget banget dengan ulah Rido ini.
Yang aku takutkan kalau-kalau pembantuku mendengar, masuk ke ruang tamu
dan melihat apa yang terjadi di ruang tamu ini. Bisa-bisa aku dianggap
serong sementara suamiku masih berada di kantor.
Aku berontak
untuk berdiri dan meninggalkan ruang tamu. Tetapi Rido lebih sigap dan
kuat. Direnggutnya rambutku dengan kasar hingga aku nyaris terjatuh.
Kemudian dengan paksa mukaku ditundukkan ke arah selangkangannya.
Dia
arahkan tongkolnya ke mulutku. Dia maksudkan agar aku mengulumnya.
Kurang ajar dan kebangetan banget, nih anak. Tahu bahwa ada pembantuku
di dapur dia berani mencoba melakukan macam ini padaku. Tapi aku tetap
tidak mau.
Dengan lembut dia menidurkan aku disofa dan dengan
lembut pula tanpa kata kata, dia membuka kancing bajuku dan dia
menyentuh kedua bukit kembarku, aku mendesis desis. Dia lepas bukit
kembarku dan berdiri sambil menutup celananya kembali yang sempat
dikeluarkan penisnya. Dia berkata:
“Bu, kita kekamar ibu, dan suruh pembantu ibu pergi kemana gitu biar kita senang–senang tanpa ada yang menganggu…” Aku
diam terpaku dan masih bimbang apakah aku menerima berselingkuh apa
menolaknya, apa ini sudah termasuk berselingkuh. Aku masih terdiam
sementara Rido menunggu jawabanku untuk menerima berselingkuh
dengannya. Aku masih berpikir apa aku harus menampar muka Rido dan
mengusirnya. Tapi jujur kuakui kalau perilaku Rido membuat aku
terangsang dan ingin membuatku berselingkuh. Dan akhirnya..
“Bi.. Bibi..”, Aku memanggil pembantuku.
Pembantuku datang dengan lari–lari kecil dan menyahut panggilanku.
“Ada apa bu?” “Bibi sekarang ke pasar beli buah buat persediaan anak–anak”, perintahku.
Kebetulan buah–buahan yang dikulkas telah habis.
“Tapi bu, saya sedang masak”, bantah pembantuku. “ya sudah tinggalkan saja, nanti sekalian mampir ke Rumah makan padang
beli lauknya saja buat makan siang anak–anak”, perintahku kembali sama
pembantuku. “Baik bu”, jawab pembantuku.
“Oh ya sekalian
jemput Def ya, habis dari beli buah jemput Def”, perintahku lagi sama
pembantuku. Def adalah putraku ke dua kelas satu SMP, biasanya pulang
jam dua siang. Anak pertamaku karena kelas tiga jadi ada les tambahan. “Baik bu”, jawab pembantuku.
Sambil
ku beri uang belanja dan kunci motor aku sempat melirik Rido yang
tersenyum–senyum padaku. Akupun belum begitu meresponnya. Pembantu telah
pergi dan akhirnya tinggal aku dan Rido, sempat melihat jam menunjukan
pukul 12. Dan nanti kurang lebih jam 2.15 siang pembantuku akan kembali
bersama anakku, itu artinya aku masih punya waktu 2jam untuk bersama
Rido.
Tapi jujur aku masih merasa bingung apa harus aku lakukan
atau tidak, karena aku merasa bahagia dengan keluargaku saat ini juga,
tetapi tak dapat kupungkiri aku sudah merasa terangsang dengan perilaku
Rido. Tiba–tiba Rido berkata.
“Bu, ayo keruang keluarga sambil nonton tv”, ajak Rido. Akupun
melangkah keruang keluarga dengan Rido, dan setelah sampai diruang
keluarga, kami duduk di karpet depan tv yang masih hidup. Tanpa basa
basi, langsung saja dia merangkulku dan merobohkan aku dikarpet posisiku
ditelentangkan, aku hanya protes.
“Rido… apa-apaan siih..”, katanya kita mau ngobrol saja kok begini…” Dan sambil mencari kaitan BH di belakang tubuhku, dia menjawab saja, “Sebenarnya… aku pengen bu…” Setelah
kaitan BH-ku terlepas, langsung saja BH-ku dibuka dan dijilat
payudaraku serta dia menyedot-sedot puting susuku yang putih dan besar
dan tanpa sadar.
Aku mencoba memasukkan tangan kananku ke dalam celana
Rido mencari cari penis yang sempat diperlihatkan kepadaku, tetapi
karena celananya agak sempit sehingga aku kesulitan memasukkan tanganku
dan langsung saja aku berkata entah sadar apa tidak karena sudah
terlanjur berselingkuh: “Rid, bukain celanamu, aku yoo.., kepingin… pegang punyamu”, pintaku.
Dan
tanpa melepas puting susuku yang masih dia sedot, dia mulai melepas
celana dan celana dalamnya sekaligus sehingga dia sekarang sudah
telanjang bulat dan penisnya yang setengah berdiri itu langsung saja
kupegang dan segera saja aku berkomentar,
“Rid, kok masih lembek.. Gak kayak tadi?” “Coba saja di isap… pasti sebentar saja sudah tegang, mau?”, tanya Rido. Sambil
memandangi wajahku, dan akupun mulai menjilatinya, toh aku juga pernah
sama suamiku. Dia melepas isapan mulutnya di payudaraku dan bangun serta
duduk di dekat kepalaku
Sambil sedikit dia memiringkan badanku
kearahnya dan dengan tidak sabaran langsung saja batang penisnya yang
masih setengah berdiri kupegangi dan kepalanya ku jilat-jilat sebentar
dan langsung dimasukkan ke dalam mulutku. Dia memutar badanku setengah
tengkurap, aku segera saja memaju-mundurkan kepalaku sehingga penisnya
keluar masuk di mulutku.
“Aah.., ooh, Buuu… teruss… ooh…
enaaknyaa, Bu.. oohh”, kata Rido sambil membelai rambut di kepalaku dan
sesekali dia menjambak dan baru sebentar saja aku menghisap penis
Rido, terasa penisnya sudah tegang sekali.
Tiba-tiba saja penisnya dikeluarkan dari mulutku dan langsung dia berkata.
“Buuu…, isap.., lagii.., doong”, pintanya kepadaku.
Tetapi aku menjawab dengan sedikit meminta.
“Rid… tolong, punya saya juga…”
Tetapi aku menjawab dengan sedikit meminta.
“Rid… tolong, punya saya juga…”
Ternyata
dia langsung mengerti apa yang aku mau dan langsung saja dia merubah
posisi dan dia menjatuhkan dirinya tiduran ke dekat kaki ku dan dia
menarik celana dalamku turun serta melepas dari badanku.
Dengan
perilakunya aku bergerak dan berganti posisi tidur di atas badan Rido
sehingga vaginaku tepat berada di mulut Rido, maka tanpa bersusah payah
dia sibak bulu-bulu vaginaku yang menutupi bibir vaginaku dan setelah
itu dia membuka bibir vaginaku dengan kedua jari tangannya dan dia
menjulurkan lidahnya menusuk ke dalam vaginaku yang sudah basah oleh
cairan.
Ketika ujung lidahnya menyodok kelubang vaginaku, langsung
saja ku menekan pantatku ke wajahnya sehingga terasa dia sulit bernafas
dan langsung ku kocok-kocok penis Rido dengan jari tanganku.
Ketika
lidahnya menjelajahi seluruh bagian vaginaku dan bibir vaginaku tetap
dia pegangi, aku lalu menaik-turunkan pantatku dengan cepat dan aku
merasa keenakan dijilati. Aku mendesah yang agak keras karena terlalu
nikmat. “ooh… Rid, aahh teruus.. Rid, aduuh… enak.. Rido… Rido… ooh…”, desahku.
Dan
sesekali clitorisku yang sedikit menonjol itu dan sudah mulai terasa
mengeras, dia hisap-hisap dengan mulutnya sehingga desahan demi desahan
keluar dari mulutku, “ooh… itu.., Rido, enaak, Sayang”, desahku
kenikmatan dengan perilaku Rido. Dan aku melepaskan pegangan dipenisnya
Rido dan Aku menjatuhkan diri dari atas tubuhnya dan tidur telentang
sambil memanggilnya. “Rido, sayang, sini, Saya sudah nnggak tahaan… ayoo… sini… Rido”, memintaku sama Rido sang polisi muda.
Dia
segera saja bangun dan membalik badannya serta dia menaiki tubuhku dan
aku ketika tubuhnya sudah berada di atasku, aku membuka kakiku
lebar-lebar dan dia tempatkan kakinya di antara kedua kakiku. Dengan
nafas terengah engah dan mencoba memegang penisnya aku berkata,
“Rido.., cepat dong, masukin. Saya sudah tidak tahan.”
“Tunggu sayang, biar Aku saja yang masukin sendiri”, kata Rido sambil memindahkan ke atas, tanganku yang tadi mencoba memegang penisnya tetapi rupanya aku akui sudah tidak sabaran lalu kembali aku berkata.
“Tunggu sayang, biar Aku saja yang masukin sendiri”, kata Rido sambil memindahkan ke atas, tanganku yang tadi mencoba memegang penisnya tetapi rupanya aku akui sudah tidak sabaran lalu kembali aku berkata.
“Rid, ayoh dong, cepetaan, dimasukiin, punyamu itu!”, aku memintanya kembali.
Dan
tiba–tiba Rido memegang penisnya dan menggesek-gesekkan di belahan
bibir vaginaku beberapa kali dan kemudian dia mulai menekan ke dalam
serta,
“Blees”, terasa dengan mudahnya penisnya masuk ke dalam
lubang vaginaku dan aku terkaget bersamaan penis Rido masuk kedalam
vaginaku.
“Aduh… Rido”, aku sambil mendekap Rido erat-erat.
“Sakit, sayang?”, tanya Rido.
Dan aku hanya menggelengkan kepalaku sedikit dan aku menciumi disekitar telinga Rido aku pun berbisik,
“Enaak, Rido…”, aku mendesis.
Dia
menciumi wajahku dan sesekali dia hisap bibirku sambil dia memulai
menggerakkan pantatnya naik turun pelan-pelan, aku mencengkram
punggungnya Rido dengan keras. Dan aku berkata sambil menikmati
goyangan pantat Rido. “Rido, coba diamkan dulu pantatmu itu…”, pintaku sama Rido.
Rido
pun menuruti saja permintaanku. Aku langsung mempermainkan otot-otot
vagina kenikmatanku, dan Rido terasa penisnya seperti di pijat-pijat
serta tersedot-sedot dan jepitan serta sedotan vaginaku semakin lama
semakin kencang sehingga penisnya terasa begitu nikmat dan akupun
menikmatinya. Dan ternyaya Rido terlena keenakan.
“oohh… sshh… Bu… enaknya… ooh… terus Bu, aduuh, enaak!”, Rido merasa menikmati sedotan vaginaku. Dan
Rido sudah tidak dapat tinggal diam saja, langsung pantatnya naik
turun sehingga penisnya keluar masuk lubang vaginaku serta terdengar
bunyi, “Crreett… crettt…”, secara beraturan sesuai dengan gerakan
penisnya keluar masuk vaginaku yang sudah sangat basah dan becek.
“Rido, cabut dulu punyamu, biar aku lap dulu punyaku sebentar”, kataku sama Rido. “Biar saja Bu… nikmat begini kok”, sahutnya sambil meneruskan gerakan
penisnya naik turun semakin cepat dan aku tidak memperhatikan jawabannya
karena merasa kenikmatan yang sangat enak.
“ooh… sshh… aakk,
aduuh, Rido, teruskan Rido, ooh..”, sambil mempercepat goyangan
pinggulku serta kedua tanganku yang dipunggungnya selalu menekan-nekan
disertai sesekali aku menyempitkan lubang vaginaku sehingga terasa
penisnya terjepit-jepit dan aku menikmati hal seperti ini.
“ooh..
Bu… sshh.. oohh.. enaak.., Buuu.. aku, aku sudah nggak kuat, mau…
keluarr, Bu…”, desahanknya yang sudah tidak kuat lagi menahan keluarnya
air maninya. “Rido, ayoo… Rido aduuh, ooh… Aku juga, ayoo sekaraang,
aakkrr.., Sayang”, dan dia melepas air maninya semuanya ke dalam
vaginaku sambil dia menekan penisnya kuat-kuat dan aku pun mendekapnya
dengan sekuat tenagaku.
Baru sekarang kuraih kenikmatan yang luar
biasa. Sungguh aku merasa nikmat, walau aku merasa bersalah terhadap
keluargaku. Dia terkapar di atas badanku dengan nafas ngos-ngosan
demikian juga dengan nafasku yang sangat cepat. Setelah nafas kami mulai
mereda, lalu dia berkata,
“Bu, aku cabut ya punyaku”, dan sebelum
dia menghabiskan perkataannya, aku cengkeram punggungnya dengan kedua
tanganku dan aku berkata. “Jangaan duluu, Rido, Aku masih ingin… punyamu tetap ada di dalam.”
Dia
pun menuruti kata–kataku. Setelah agak lama dalam vaginaku, dikeluarkan
penisnya dari vaginaku. Kamipun merapikan diri. Setelah kulihat jam
ternyata menunjukkan pukul 13.15, Rido pun berpamitan akan pulang
sambil melumat bibirku. Aku pun membalas ciuman mulutnya. “Terimakasih bu, aku sangat puas”, kata Rido berbisik dikupingku.
Aku
hanya diam tak menjawab, Rido pun langsung keluar rumah dan pergi. Aku
merasa aneh dengan diriku, aku telah berselingkuh dari suamiku dan
keluargaku tapi hati kecilku meras senang dengan kejadian ini.
Setelah
kejadian ini aku merasa bersalah dengan keluargaku, aku mencoba untuk
memperbaiki sikapku. Tapi setiap malam aku merasa kangen dengan Rido
dan ingin berselingkuh. Bahkan saat berhubungan dengan suamiku aku
membayangkan sedang berselingkuh dengan Rido yang sangat lihai membuat
aku mudah terangsang.
Aku dan Rido pun berselingkuh lagi dengan
memanfaatkan hari kamis dimana aku libur kerja dan dia piket malam hari.
Sampai saat ini aku dan Rido masih berselingkuh, sesekali kami
berselingkuh melalui phone sex, atau sms sex
0 comments:
Post a Comment